Rastri Rara

Berbagai Pilihan Kelas di Skill Academy by Ruangguru

“Tahun 2020 ditutup dengan pembelajaran bahwa selalu ada peluang di setiap kesulitan. Semoga di tahun 2021, kesempatan-kesempatan emas terbuka lebar bagi kita semua”

Kutipan tersebut aku tulis melalui akun profesional milikku persis satu bulan yang lalu. Perbincangan panjang tentang hari depan nan luas selalu menarik buatku. Sebagai mahasiswi jurusan Sejarah di salah satu universitas negeri di Semarang, banyak sekali miskonsepsi dari sekitar yang aku terima. Contohnya seperti mahasiswa sejarah belajarnya hanya hapalan ya, prospek kerja tidak jelas, masa depan suram dan masih banyak lagi miskonsepsi yang barangkali tidak sampai hati aku menulisnya. Well, sejujurnya itu yang pada akhirnya menjadi bahan bakarku dalam upaya mencapai keberhasilan di masa mendatang. Ada keinginan yang sangat kuat untuk memberikan edukasi, sekaligus mematahkan miskonsepsi tentang jurusan yang telah lama aku tekuni tersebut. Bagiku, satu-satunya jalan yang dapat aku ambil adalah dengan membuktikannya. Talk less do more. Sebagai informasi, kami belajar banyak mata kuliah seperti sejarah Indonesia hingga sejarah dunia, sejarah agraria, maritim, gender, ilmu filsafat, bahasa belanda, teknik jurnalistik, metode pengajaran sejarah, antropologi sampai sosiologi. Penekanan kompetensi jurusan sejarah adalah di bidang kepenulisan. Dari keahlian menulis tersebut pilihan profesi yang muncul meliputi peneliti, pengajar (dosen), jurnalis, budayawan, bahkan konsultan sejarah. Gimana, menarik bukan?.

Sebagai mahasiswi tingkat akhir yang saat ini berada pada masa transisi dalam memasuki dunia kerja, idealisme memang dibutuhkan namun ada kalanya kita perlu menaikkan porsi realistis dalam batas-batas tertentu. Masa pandemi memberikan tamparan keras buatku, target lulus meleset jauh akibat terkendala sumber penelitian yang sifatnya rahasia, dan untuk mendapatkannya harus melalui prosedur panjang yang tidak sebentar. Pada saat itu, instansi terkait belum memberikan  akses terhadap arsip yang aku butuhkan akibat pandemi. Hal tersebut yang pada akhirnya mengharuskan diriku memutar otak, mencari cara supaya tetap produktif, menyiapkan diri sedini mungkin untuk mengahadapi dunia setelah lulus, sembari menyelesaikan hiruk pikuk perskripsian. WFH (Work From Home) paling awal yang resmi dilaksanakan pada 15 Maret 2020 membuatku memiliki banyak waktu luang. Hikmahnya adalah semakin banyak buku yang aku baca,  semakin banyak ilmu-ilmu baru yang aku pelajari, dan kesadaran akan mempersiapkan karir menjadi hal vital yang masuk daftar resolusiku pada tahun 2021. Menyadari betul bahwa karir itu perlu dibangun, maka persipan yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengeksplore diri serta berupaya meningkatkan skill (baik hardskill maupun softskill). Bagiku, usia 20-an adalah masa dimana kita perlu memaksimalkan energi, pikiran dan kemampuan, totalitas atau tidak sama sekali. Usia 20-an bak mesin kendaraan baru, kondisinya masih bagus dan memungkinkan untuk kendaraan bekerja dengan maksimal. Atas dasar itu, upaya untuk meningkatkan skill terutama pada usia krusial sangat perlu dilakukan, salah satunya adalah melalui Skill Academy.

Perkenalanku dengan Skill Academy dimulai pada Oktober tahun 2020 lewat sebuah postingan di Instagram. Lantas segera aku buka website https://skillacademy.com/ dan kudapati kelas tentang jurnalistik. Kecintaanku terhadap bidang tesebut membuatku tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang bagaimana cara menulis berita dengan baik dan benar. Pada awal Desember aku memutuskan untuk mengambil kelas jurnalistik sebagai kelas pertamaku di Skill Academy, lalu sesegera mungkin aku klik tumbol ‘pilih kelas’, menunggu instruksi berikutnya dan tak lupa menyiapkan biaya sesuai harga yang tertera. 
doc : rarasansekerta
-
Sebagai homo socius, manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk berkelompok, saling berinteraksi dan membutuhkan orang lain, sehingga dari hal tersebut terbentuklah relasi antara manusia. Karakteristik ini sejatinya telah terlihat sejak zaman purba, dimana manusia pada saat itu secara alamiah akan bersama koloninya membentuk kelompok kecil dalam hidupnya (sedikitnya 2-3 orang) baik pada saat ia menetap ataupun dalam kondisi nomaden. Selain itu, diketahui juga terdapat sistem pembagian kerja berdasarkan gender. Laki-laki bertugas berburu, sementara perempuan bertugas mengolah makanan, mengurus anak, dan mengajari anak cara meramu makanan (domestik). Apabila dilihat dari perspektif historis, hal yang demikian dapat diterima karena hal tersebut terjadi secara alamiah mengingat kondisi fisik, lingkungan dan urgensi pada masa itu, yang memungkinkan terjadinya pembagian kerja dibidang domestik untuk perempuan dan non domestik untuk laki-laki. Dalam sejarah, kita mengenal konsep keberlanjutan, konsep inilah yang dapat digunakan untuk menggali serta mengidentifikasi akar masalah dari fenomena pada masa sekarang, sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat atas suatu permasalahan. Apabila ditarik pada masa kini, tatanan, pola pikir dan konstruksi sosial masyarakat di Indonesia yang patriarkis terbentuk karena proses sejarah yang panjang. Selayaknya manusia yang akan terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang ia lalui, karakteristik masyarakat suatu negara juga demikian. Konsep pembagian kerja berdasarkan gender yang cenderung menempatkan perempuan di sektor domestik dan laki-laki di sektor non domestik menjadi tidak relevan lagi mengingat kondisi dan tantangan pada masa kini yang semakin kompleks dan mengutamakan kompetensi. Seorang filsuf asal Yunani bernama Aristoteles menyampaikan gagasannya tentang animal rationale. Berdasarkan konsep animal rationale, ia meyakini bahwa yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lain adalah rasio atau akal budi yang dimiliki. Dengan akal budi tersebut manusia (baik laki-laki maupun perempuan) dapat berpikir dan berkemampuan untuk mencerna pengalaman, merenung, merefleksi, menalar, dan meneliti dalam upaya memahami lingkungannya. Hal inilah yang secara perlahan mengubah cara pandang kita soal pandangan gender yang kuno. Dengan kata lain kesadaran akan kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan, khususnya pada masyarakat kita menjadi meningkat yang dibuktikan dengan semakin banyaknya studi tentang gender, perempuan, dan anak. Mengapa kesadaran akan pemahaman gender itu sangat penting? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut kita harus tau definisi gender terlebih dahulu. Menurut World Health Organization (WHO), gender adalah sifat perempuan dan laki-laki, seperti norma, peran, dan hubungan antara kelompok laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial. Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin. Yang mana, seks atau jenis kelamin adalah sesuatu hal yang dapat diketahui sejak lahir berdasarkan alat kelamin dan bukan terbentuk karena konstruksi sosial masyarakat. Dengan demikian, pandangan gender sejatinya terbentuk oleh masyarakat dan setiap daerah memungkinkan untuk memiliki pandangan gender yang berbeda-beda. 

Pemahaman kita tentang konsep gender yang benar akan mempengaruhi kita dalam membentuk pola relasi dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Life is Relationship dan kunci utama yang harus dimiliki dalam membangun relasi dengan orang lain adalah saling memahami dan saling menghargai. Dalam prakteknya, hubungan kesalingan ini akan menciptakan kohesi antara manusia satu dengan yang lainnya. Kita tahu bahwasanya budaya patriarkis di Indonesia masih melekat kuat meskipun sudah banyak kampanye dan studi tentang gender. Bahkan rumah tangga ideal masih digambarkan pada media televisi negeri ini bahwa perempuan lazimnya melakukan pekerjaan domestik seperti melakukan pekerjaan rumah, mengurus anak, dan seringkali dinilai tidak perlu bekerja. Sementara itu, laki-laki berkewajiban untuk bekerja yang notabene nya memungkinkan ia untuk terus berkembang, mendapat pengalaman baru, relasi baru, interaksi baru dan menghasilkan secara ekonomi. Narasi media inilah yang pada akhirnya akan melanggengkan mindset kuno masyarakat tentang bagaimana seorang perempuan dan laki-laki seharusnya di dalam rumah tangga. Menurut hemat saya, akan lebih baik apabila asas saling menghargai dan memahami ini diterapkan. Asas kesalingan ini akan menempatkan masing-masing gender pada posisi yang setara sebagai seorang manusia, sehingga akan terbentuk komunikasi dua arah. Melakukan komunikasi artinya mencakup negosiasi dan diskusi yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi (bertukar pikiran). Posisi yang setara tersebut pada akhirnya akan membentuk pola hubungan kemitraan atau yang sering disebut partnership. Partnership akan mendorong kita untuk terus tumbuh, berkembang, dan memiliki orientasi kedepan karena melihat hubungan dari banyak sudut pandang. Selain dari segi emosi dan chemistry, kita tentu akan melihat dari sudut pandang yang realistis dan rasional sehingga memungkinkan terjadinya komitmen jangka panjang antara 2 orang. Selain itu, partnersip juga akan membuat kita memiliki kesadaran penuh terhadap diri sendiri termasuk memahami bahwa kebahagiaan adalah bersumber dari diri sendiri. Masing-masing dari kita perlu bertanggungjawab atas diri kita sendiri, melatih kestabilan emosi, memahami kebutuhan, membuatnya aman dan memiliki kemandirian finansial sehingga akan membuat kita menjadi manusia yang kokoh, hal tersebut juga adalah bentuk tanggungjawab kita terhadap diri sendiri. Kesadaran akan terus berbenah tersebut membuat kita secara tidak langsung telah mempraktekkan cara memahami dan menghargai diri sendiri. Dari sanalah hubungan kemitraan terbentuk, masing-masing individu yang kokoh dan bahagia akan menciptakan hubungan yang bahagia pula. Sehingga pada akhirnya, bagaimana suatu hubungan ingin dibentuk itu tergantung kesepakatan dan negosiasi antara 2 orang yang bersangkutan, dengan memperhatikan asas saling menghargai dan memahami tersebut.


 

Ketidakpastian adalah kepastian itu sendiri 
Sudah satu bulan lebih sejak pandemi covid-19 ini berlangsung pemerintah menerapkan kebijakan Work From Home (WFH). Tepatnya pada tanggal 17 Maret 2020 hingga waktu yang belum ditentukan. Dengan diterapkannya kebijakan tersebut, banyak kantor khususnya instansi pemerintah yang tidak dapat secara langsung melayani masyarakat. Saya adalah salah salah satu  dari sekian banyak masyarakat yang terdampak. Sebagai mahasiswi tingkat akhir, saat ini saya sedang berada pada tahap penelitian lapangan. Mulai 17 Maret penelitian lapangan saya harus tertunda karena kebutuhan data yang sebagian berasal dari instansi pemerintah belum bisa didapatkan. Sebagian yang lain mampu untuk didapatkan karena tersedia secara daring, namun kebanyakan data berupa dokumen dan arsip yang bersifat tertutup atau rahasia sehingga harus melakukan interaksi dan meminta ijin secara langsung. Bukan hanya saya, saya yakin sebagian teman-teman juga merasakan hal tersebut. Saya pikir ini benar-benar mengacaukan timeline yang sudah direncanakan. Tetapi selepas ini semua, positif thinking dapat benar-benar membantu dalam mengurangi kecemasan. Bahwa yang kita alami ini adalah sesuatu yang tidak dapat kita kendalikan sebagai manusia, I believe that everything happens for a reason. Semoga kita bisa saling menjaga di tengah pandemi ini dan semoga Tuhan senantiasa melindungi.


Purwodadi, 25 April 2020

sebuah harapan bagi Indonesia

Memuliakan kaum perempuan dengan cara mempersiapkan mereka menjadi calon ibu yang baik berarti melapangkan jalan pembentukan generasi penerus berkualitas sebagai modal pembangunan bangsa. Dalam rangka peringatan Hari Ibu, 22 Desember 2018.

Selamat Hari Ibu, untuk seluruh ibu dan calon ibu di Indonesia. Kita semua sepakat bahwa Ibu dan keluarga dianggap sebagai madrasah pertama bagi anak, peran orang tua sangat penting bagi keberlangsungan hidup anak. Nilai-nilai yang diwariskan orang tua kepada anak akan membantu ia untuk membentuk pola perilaku dan pola berfikir dalam menghadapi hal-hal yang akan ia hadapi kedepan. Walaupun tidak bersifat sepenuhnya karena akan bercampur dengan pengaruh lingkungan namun tetap saja peran keluarga sangat penting karena berada pada tahap awal dalam pembentukan pribadi anak. 

Disini ibu berada pada posisi yang vital, dimana selain sebagai seorang istri, ia juga  berperan menjadi guru dan pendamping yang (umumnya) memiliki interaksi langsung dalam porsi yang paling banyak dibandingkan anggota keluarga lain dengan anak. Itu artinya perlu adanya persiapan untuk menjadi seorang ibu,  persiapan sejak menjadi calon ibu justru adalah modal yang harus diupayakan untuk membantu membentuk keturunan yang diharapkan. Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah kesiapan psikologis, kesehatan, adat, struktur keluarga, pendidikan, tadisi agama dan catatan aktivitas seksual. Tentunya ini juga berlaku untuk laki-laki.

13 Desember 2018 menjelang peringatan hari ibu, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya menghapus diskriminasi usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan, usia minimal untuk menikah baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun. Peraturan sebelumnya, yaitu UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dinilai diskriminatif karena mengandung pembedaan batas usia minimal untuk menikah bagi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Putusan MK ini digadang-gadang merupakan hadiah hari ibu pada tahun ini bagi seluruh calon ibu di Indonesia. Perkawinan usia dini sudah sejak lama dipersoalkan, korbannya kebanyakan ialah anak perempuan. UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak mengakui usia dewasa baru dimulai pada 18 tahun. Survei demografi dan kesehatan di Indonesia tahun 2017 menemukan bahwa 2 ibu dan 8 bayi baru lahir meninggal / jam. Dan sebanyak 55% merupakan ibu yang menikah dibawah usia 20 tahun. Sedangkan berdasarkan riset yang terbit di jurnal internasional pediatrics pada 2011 menyebutkan pernikahan anak meningkatkan risiko gangguan mental hingga 41%, belum lagi  terrampasnya hak tumbuh kembang anak sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. dlsb

Dengan demikian patutkah kita berharap anak-anak yang lahir dari pernikahan dibawah umur merupakan sumber daya berkualitas?. Memuliakan kaum perempuan dengan cara mempersiapkan mereka menjadi calon ibu yang baik berarti melapangkan jalan pembentukan generasi penerus berkualitas, negara berkewajiban memastikan hal itu agar terpenuhi kebutuhan sumber daya manusia berdaya saing tinggi sebagai modal pembangunan bangsa. Bukan sebaliknya, menghasilkan manusia yang hanya menjadi beban sosial.

sumber data : dokumentasi Metro tv dan artikel ilmiah.

Rara Rastri,
22 Desember 2018



Selamat malam semua! kali ini aku ingin membagikan  informasi yang kudapat mengenai fenomena yang terjadi akhir-akhir ini pada masyarakat  kita. Artikel berjudul Kamu Bergaya Maka Kamu Ada, masyarakat pesolek dan ladang persemaian gaya hidup merupakan salah satu bahasan mengenai gaya hidup dalam buku yang berjudul lifestyles : sebuah pengantar komperhensif karya David Chaney. Singkatnya aku dapat artikel ini lewat perkulahan Metodologi Ilmu Budaya yang kebetulan menjadi bahan untuk tugas kuliah. Aku tertarik dengan isu-isu sosial mutakhir dan aku pikir ini merupakan topik yang bagus untuk dibahas dan dianalisis mengingat perubahan drastis di era sekarang pada masyarakat kita.

Apabila kita perhatikan, dewasa ini  terdapat semacam "ledakan" gaya hidup pada masyarakat tanah air. Persoalan gaya hidup adalah segalanya khususnya untuk meningkatkan eksistensi diri. Masyarakat konsumen indonesia masa sekarang tumbuh beriringan dengan globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan (shopping mall),  industri kecantikan , industri gosip, kawasan huni mewah, berdirinya sekolah-sekolah mahal (dengan label "plus") dan tentu saja serbuan gaya hidup lewat industri iklan dan televisi yang sudah sampai ke ruang-ruang kita yang paling pribadi dan bahkan mungkin ke relung-relung jiwa kita yang paling dalam. Hal ini tentu tidak lepas dari adanya industrialisasi yang mulai marak masuk ke tanah air sejak 1990-an. Dikalangan masyarakat muncul framing terkait batas-batas kelas sosial yang terlihat nyata. Contohnya, adanya majalah mode dan gaya hidup yang terbit dalam edisi khusus bahasa Indonesia jelas menawarkan gaya hidup yang tak mungkin dijangkau oleh kebanyakan masyarakat, majalah semacam ini secara tidak langsung membentuk pola pikir konsumen untuk menanamkan nilai, cita rasa dan gaya tertentu yang dianggap memiliki selera tinggi. Pada waktu yang bersamaan, di sebagian masyarakat muncul gaya hidup alternatif, "gerakan kembali ke alam" sebagai antitesa atau penolakan dari glamour fashion yang sekarang juga sudah tidak malu-malu lagi dipamerkan kaum borjuasi, OKB di Indonesia. Orang indonesia kini kebanyakan sudah tidak malu-malu lagi menunjukkan dirinya kaya dan sekaligus merasa taat beragama. orang tidak sungkan lagi membangun rumah mewah atau menggunakan perhiasan mahal dalam kehidupan sehari-hari meskipun mereka tau pasti bahwa banyak orang miskin di sekitar mereka  yang menyaksikannya.

Contoh lain bahwa gaya hidup sudah masuk begitu dalam ke berbagai lini kehidupan adalah dibidang agama. bagaimana agama sudah tidak hanya mengenai hubungan manusia dan tuhannya serta manusia dengan manusia lain, tetapi agama telah mengalami komodifikasi (menjadi komoditas dalam konsumsi massa. dalam agama islam misalnya, kini sudah mulai marak iklan dan industri jasa yang menawarkan "wisata religius" , umroh bersama kiai beken, berdirinya sekolah islam yang mahal, menjamurnya konter-konter berlabel exclusive Moslem Fashion. Hal ini jelas memanfaatkan sensibilitas keagamaan untuk keuntungan bisnis. Urusan gaya hidup bukan melulu soal orang berduit, pilihan gaya hidup adalah kebebasan setiap orang dari berbagai kalangan status sosial. Orang kalangan bawah tidak jarang menyomot gaya orang berduit begitupun sebaliknya, entah tujuannya hanya sebagai pencitraan atau memang begitu adanya. Dari sini terlihat bahwa istilah gaya hidup merupakan persoalan yang kompleks.

Jadi itu dia semacam review dari buku karya David Chaney yang sudah aku singgung di awal. Semoga bermanfaat :)

Rara Rastri,

29 Oktober 2018


Older Posts Home

From Author

It's all about everything on Rara's mind.

POPULAR POSTS

  • Run
  • Kamu Tahu?
  • Aku

Blog Archive

  • June (1)
  • March (1)
  • January (1)
  • December (5)
  • November (2)
  • October (5)
  • September (3)
  • July (1)
  • June (4)
  • May (1)
  • April (1)
  • December (2)
  • November (2)
  • September (3)
  • February (1)
  • December (1)
  • October (1)
  • September (1)
  • August (1)
  • April (2)

Label

  • Personal
  • Kontemplasi
  • Opini
  • Artikel
  • Kutipan
  • Poem
Rastri Rara. Powered by Blogger.

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates | Created By Rara Rastri