-
Sampai di umur (yang masih) 22 tahun seperti sekarang, aku sangat bersyukur karena jarang banget ditanyain soal kapan nikah sama orang-orang. Karena faktor face kali ya, hahahaha (definisi menolak tua). Yah... sejujurnya aku sangat menikmati berada di fase-fase sekarang, meskipun nggak mudah dan banyak sekali hal-hal yang telah terjadi, seperti gimana rasanya berjuang untuk lulus dengan segala kendala yang ada, gimana caranya biar tetep produktif dan cari uang ditengah pandemi, atau gimana caranya berdamai dengan diri sendiri dan menyikapi hal-hal yang nggak mengenakkan tetapi harus dihadapi. But I enjoy it. Di masa-masa menjelang kelulusan seperti sekarang, pertanyaan dari orang-orang (dan aku sendiri juga sih) yang sering banget muncul adalah “Jadi setelah lulus, apa?”, Jawabannya tergantung. Ada opsi jawaban serius dan enggak, hahaha. Biasanya kalau sama orang-orang dekat atau yang aku udah percaya, bisa aku ceritain rencana dan harapan-harapan sedetail mungkin. Kalau buat yang kepo aja salah satu jawaban yang bisa diberikan, yaitu “ya mau cari kerja” atau “mau meditasi di gunung sampai mati” hahaha (canda gais).
Terlepas dari semua rencana, baik rencana kecil, rencana besar dan rencanaku untuk tidak berencana, kehidupan setelah lulus memang semakin sulit. Benar kata bapak, “satu-satunya orang yang bisa kamu gantungkan adalah dirimu sendiri, (itu) termasuk keputusan-keputusan mandiri yang harus kamu ambil”. Dari sini aku belajar soal kebebasan memilih, kebebasan berpendapat dan kebebasan berfikir. Menurutku, hal yang paling memorable selama hidup bersama keluarga adalah saat-saat ketika salah satu anggota keluarga ada yang memantik pembicaraan soal isu atau peristiwa yang sedang hangat dan pada akhirnya masing-masing anggota keluarga menyampaikan pandangannya. Nggak jarang kami berdebat karena berusaha mempertahankan argumen dengan bukti-bukti pendukung. Hahaha. Itu adalah hal-hal terbaik yang aku dapatkan. Dari hal tersebut, aku akhirnya punya pemahaman bahwa hidup adalah tentang memilih. Dengan memilih kita berarti menggunakan hak kita sebagai manusia yang bebas untuk berfikir dan menentukan hidup kita sendiri. Memilih untuk bahagia, memilih untuk kaya, atau memilih untuk menjadi apa adanya, barangkali.
Pada perjalanan yang aku telah lewati, ‘pilihan’ tersebut yang membuat aku banyak berfikir tentang konsep sukses dan bahagia. Aku melihat bahwa hingga saat ini banyak orang yang mendefinisikan paradigma sukses selalu identik dengan hal yang berbau materiil. Contohnya sukses adalah keadaan dimana kita kaya raya, punya karir yang melejit, eksis di dunia maya maupun riil, punya rumah besar, punya mobil, dll. Begitupun arti bahagia, relative memang. Ada yang mendefinisikan bahagia itu adalah ketika melihat hal-hal kecil; seperti melihat pepohonan rindang, menikmati waktu bersama orang-orang terdekat, bahagia adalah ketika melihat orang tua bahagia, bahagia itu ketika masuk surga, ada juga yang mendefinisikan bahagia ketika telah berhasil mencapai cita-cita.
Masalah benar atau salah, itu bukan otoritasku untuk membuat penghakiman. Tetapi melalui keputusan-keputusan yang telah aku ambil kemarin, aku sadar bahwa itu adalah sebuah jalan yang menghantarkanku kepada pencerahan (Hahaha lebay banget bahasa nya, tapi mengertilah ya). Jujur saja definisi sukses dan bahagiaku masih bimbang layaknya sebuah jalan yang bercabang dua. Egoku masih kerap berteriak buat mengejar karir secepat mungkin, mendapat pekerjaan sesuai keinginan, ikut projek ini itu, cepet-cepet cari beasiswa, punya hunian hasil kerja keras sendiri, nyenengin keluarga, ketemu sama my mr. right dan masih banyak lagi misi-misi dalam hidup ini. Tetapi di sisi lain, aku bisa banget membayangkan kehidupan yang bahagia adalah kehidupan yang simpel seperti melihat hamparan hijau sawah tiap bangun pagi-pagi, jalan-jalan menikmati udara segar tiap pagi, Mendesain sendiri hunian tempat tinggal yang sederhana sama suami dan punya kebun di belakang rumah buat ditanami sayuran atau buah-buahan organik. Kalau mau masak tinggal ambil bahan dari kebun. Meditasi tiap pagi, punya jadwal latihan bela diri rutin, bikin cupcake dan jus sayur tiap hari sabtu, nyetel lagu keras-keras dan nyanyi sesuka hati, ngoceh ngalur ngidul dan tau pasti bahwa ada seseorang yang mendengarkan dengan senang hati tanpa menjudge. jalan-jalan ke tempat baru, punya rooftop dan bikin agenda rutin nonton bioskop ala-ala sambil minum cokelat panas. Atau masak-masak dan bikin piknik ala-ala sama keluarga kecil nanti.
Meskipun (mungkin) ada hal-hal yang terdengar menye-menye, tapi kedua impian itu selalu hidup dalam mimpi-mimpi aku. Pada hari-hari tertentu kecenderungan hati bisa kekanan dan pada waktu tertentu, ia bisa ke kiri. Tapi, aku akhirnya jadi sadar satu hal, bahwa pikiranku akan selalu condong ke depan, atau sesekali ke belakang, mencoba memperbaiki hari ini lewat pengalaman-pengalaman masa lalu. Dan saat itu juga aku baru tersadar, bahwa sukses dan bahagia, sebenarnya ada di hari ini, bahwa sampai saat ini kita masih mampu terus berusaha dan dapat menghabiskan waktu bersama orang-orang yang kita sayang.
Selamat malam untuk para pembaca,
Semoga sukses dan bahagia selalu!