Life is Relationship : Tulisan Tentang Gender, Manusia dan Asas Kesalingan
-
Sebagai homo socius, manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk berkelompok, saling berinteraksi dan membutuhkan orang lain, sehingga dari hal tersebut terbentuklah relasi antara manusia. Karakteristik ini sejatinya telah terlihat sejak zaman purba, dimana manusia pada saat itu secara alamiah akan bersama koloninya membentuk kelompok kecil dalam hidupnya (sedikitnya 2-3 orang) baik pada saat ia menetap ataupun dalam kondisi nomaden. Selain itu, diketahui juga terdapat sistem pembagian kerja berdasarkan gender. Laki-laki bertugas berburu, sementara perempuan bertugas mengolah makanan, mengurus anak, dan mengajari anak cara meramu makanan (domestik). Apabila dilihat dari perspektif historis, hal yang demikian dapat diterima karena hal tersebut terjadi secara alamiah mengingat kondisi fisik, lingkungan dan urgensi pada masa itu, yang memungkinkan terjadinya pembagian kerja dibidang domestik untuk perempuan dan non domestik untuk laki-laki. Dalam sejarah, kita mengenal konsep keberlanjutan, konsep inilah yang dapat digunakan untuk menggali serta mengidentifikasi akar masalah dari fenomena pada masa sekarang, sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat atas suatu permasalahan. Apabila ditarik pada masa kini, tatanan, pola pikir dan konstruksi sosial masyarakat di Indonesia yang patriarkis terbentuk karena proses sejarah yang panjang. Selayaknya manusia yang akan terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang ia lalui, karakteristik masyarakat suatu negara juga demikian. Konsep pembagian kerja berdasarkan gender yang cenderung menempatkan perempuan di sektor domestik dan laki-laki di sektor non domestik menjadi tidak relevan lagi mengingat kondisi dan tantangan pada masa kini yang semakin kompleks dan mengutamakan kompetensi. Seorang filsuf asal Yunani bernama Aristoteles menyampaikan gagasannya tentang animal rationale. Berdasarkan konsep animal rationale, ia meyakini bahwa yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lain adalah rasio atau akal budi yang dimiliki. Dengan akal budi tersebut manusia (baik laki-laki maupun perempuan) dapat berpikir dan berkemampuan untuk mencerna pengalaman, merenung, merefleksi, menalar, dan meneliti dalam upaya memahami lingkungannya. Hal inilah yang secara perlahan mengubah cara pandang kita soal pandangan gender yang kuno. Dengan kata lain kesadaran akan kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan, khususnya pada masyarakat kita menjadi meningkat yang dibuktikan dengan semakin banyaknya studi tentang gender, perempuan, dan anak. Mengapa kesadaran akan pemahaman gender itu sangat penting? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut kita harus tau definisi gender terlebih dahulu. Menurut World Health Organization (WHO), gender adalah sifat perempuan dan laki-laki, seperti norma, peran, dan hubungan antara kelompok laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial. Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin. Yang mana, seks atau jenis kelamin adalah sesuatu hal yang dapat diketahui sejak lahir berdasarkan alat kelamin dan bukan terbentuk karena konstruksi sosial masyarakat. Dengan demikian, pandangan gender sejatinya terbentuk oleh masyarakat dan setiap daerah memungkinkan untuk memiliki pandangan gender yang berbeda-beda.
Pemahaman kita tentang konsep gender yang benar akan mempengaruhi kita dalam membentuk pola relasi dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Life is Relationship dan kunci utama yang harus dimiliki dalam membangun relasi dengan orang lain adalah saling memahami dan saling menghargai. Dalam prakteknya, hubungan kesalingan ini akan menciptakan kohesi antara manusia satu dengan yang lainnya. Kita tahu bahwasanya budaya patriarkis di Indonesia masih melekat kuat meskipun sudah banyak kampanye dan studi tentang gender. Bahkan rumah tangga ideal masih digambarkan pada media televisi negeri ini bahwa perempuan lazimnya melakukan pekerjaan domestik seperti melakukan pekerjaan rumah, mengurus anak, dan seringkali dinilai tidak perlu bekerja. Sementara itu, laki-laki berkewajiban untuk bekerja yang notabene nya memungkinkan ia untuk terus berkembang, mendapat pengalaman baru, relasi baru, interaksi baru dan menghasilkan secara ekonomi. Narasi media inilah yang pada akhirnya akan melanggengkan mindset kuno masyarakat tentang bagaimana seorang perempuan dan laki-laki seharusnya di dalam rumah tangga. Menurut hemat saya, akan lebih baik apabila asas saling menghargai dan memahami ini diterapkan. Asas kesalingan ini akan menempatkan masing-masing gender pada posisi yang setara sebagai seorang manusia, sehingga akan terbentuk komunikasi dua arah. Melakukan komunikasi artinya mencakup negosiasi dan diskusi yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi (bertukar pikiran). Posisi yang setara tersebut pada akhirnya akan membentuk pola hubungan kemitraan atau yang sering disebut partnership. Partnership akan mendorong kita untuk terus tumbuh, berkembang, dan memiliki orientasi kedepan karena melihat hubungan dari banyak sudut pandang. Selain dari segi emosi dan chemistry, kita tentu akan melihat dari sudut pandang yang realistis dan rasional sehingga memungkinkan terjadinya komitmen jangka panjang antara 2 orang. Selain itu, partnersip juga akan membuat kita memiliki kesadaran penuh terhadap diri sendiri termasuk memahami bahwa kebahagiaan adalah bersumber dari diri sendiri. Masing-masing dari kita perlu bertanggungjawab atas diri kita sendiri, melatih kestabilan emosi, memahami kebutuhan, membuatnya aman dan memiliki kemandirian finansial sehingga akan membuat kita menjadi manusia yang kokoh, hal tersebut juga adalah bentuk tanggungjawab kita terhadap diri sendiri. Kesadaran akan terus berbenah tersebut membuat kita secara tidak langsung telah mempraktekkan cara memahami dan menghargai diri sendiri. Dari sanalah hubungan kemitraan terbentuk, masing-masing individu yang kokoh dan bahagia akan menciptakan hubungan yang bahagia pula. Sehingga pada akhirnya, bagaimana suatu hubungan ingin dibentuk itu tergantung kesepakatan dan negosiasi antara 2 orang yang bersangkutan, dengan memperhatikan asas saling menghargai dan memahami tersebut.
0 comments